Tipu Daya besar ini?
Telah diceritakan oleh Ibnu al-Mubarak tentang seorang laki-laki
yang bernama Khalid bin Ma’dan, dimana ia pernah bertanya kepada Mu’adz bin
Jabal Radhiallaahu'anhu, salah seorang sahabat Nabi Muhammad
Shalallahu'alaihiwasallam.
“Wahai Mu’adz! Ceritakanlah kepadaku suatu hadits yang telah engkau dengar
langsung dari Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam, suatu hadits yang
engkau hafal dan selalu engkau ingat setiap harinya disebabkan oleh sangat
kerasnya hadits tersebut, sangat halus dan mendalamnya hadits tersebut. Hadits
yang manakah yang menurut engkau yang paling penting?”
Kemudian, Khalid bin Ma’dan menggambarkan keadaan Mu’adz sesaat setelah ia
mendengar permintaan tersebut,
“Mu’adz tiba-tiba saja menangis sedemikian rupa sehingga aku
menduga bahwa beliau tidak akan pernah berhenti dari menangisnya. Kemudian, setelah beliau berhenti dari menangis,
berkatalah Mu’adz: Baiklah aku akan menceritakannya, aduhai betapa rinduku kepada Rasulullah, ingin
rasanya aku segera bersua dengan beliau.”
Selanjutnya Mu’adz bin Jabal Radhiallaahu'anhu. Ia mengisahkan sebagai
berikut:
“Ketika aku mendatangi Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam,
Beliau sedang menunggangi unta dan beliau menyuruhku untuk naik di
belakang beliau. Maka berangkatlah aku bersama beliau dengan mengendarai unta
tersebut. Sesaat kemudian beliau menengadahkan wajahnya ke langit, kemudian
bersabdalah Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam:”
“Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang memberikan qodho (ketentuan)
atas segenap makhlukNYA menurut kehendakNYA, ya Mu’adz!”.
Aku menjawab, “Labbaik Yaa Sayyidal Mursaliin”.
“Wahai Mu’adz! Sekarang akan aku beritakan kepadamu suatu hadits yang jika
engkau mengingat dan tetap menjaganya maka hadits ini akan memberi manfaat
kepadamu di hadhirat Allah, dan jika engkau melalaikan dan tidak menjaga hadits
ini maka kelak di Hari Qiyamah hujjahmu akan terputus di hadhirat Allah
Ta’aalaa!”
“Wahai Mu’adz! Sesungguhnya Allah Tabaraka Wa Ta’ala telah menciptakan tujuh
Malaikat sebelum Dia menciptakan tujuh langit dan bumi. Pada setiap langit
tersebut ada satu Malaikat yang menjaga khazanah, dan setiap pintu dari
pintu-pintu lelangit tersebut dijaga oleh seorang Malaikat penjaga, sesuai
dengan kadar dan keagungan (Jalaalah) pintu tersebut.
Maka naiklah al-Hafadzah (malaikat-malaikat penjaga insan) dengan membawa amal
perbuatan seorang hamba yang telah ia lakukan semenjak subuh hari hingga petang
hari. Amal perbuatan tersebut tampak bersinar dan menyala-nyala bagaikan sinar
matahari, sehingga ketika al-Hafadzah membawa naik amal perbuatan tersebut
hingga ke langit dunia mereka melipat gandakan dan mensucikan amal
tersebut.
Dan ketika mereka sampai di pintu Langit Pertama, berkatalah
Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Pukulkanlah amal perbuatan ini ke
wajah pemiliknya!
Akulah ‘Shaahibul Ghiibah’, yang mengawasi perbuatan ghiibah (menggunjing
orang), aku telah diperintah oleh Robb-ku untuk tidak membiarkan amal ini
melewatiku untuk menuju ke langit yang berikutnya!”
Kemudian naiklah pula al-Hafadzah yang lain dengan membawa amal sholeh diantara
amal-amal perbuatan seorang hamba. Amal sholeh itu bersinar sehingga mereka
melipat-gandakan dan mensucikannya. Sehingga ketika amal tersebut sampai di
pintu Langit Kedua, berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah:
“Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah
pemiliknya, karena ia dengan amalannya ini hanyalah menghendaki kemanfaatan
duniawi belaka!
Akulah ‘Malakal Fakhr’, malaikat pengawas kemegahan, aku telah diperintah Robb-ku untuk
tidak membiarkan amal perbuatan ini melewatiku menuju ke langit berikutnya,
sesungguhnya orang tersebut senantiasa memegahkan dirinya terhadap manusia
sesamanya di lingkungan mereka!”. Maka seluruh malaikat melaknat orang tersebut
hingga petang hari.
Dan naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba yang lain. Amal
tersebut demikian memuaskan dan memancarkan cahaya yang jernih, berupa
amal-amal shodaqoh, sholat, shaum, dan berbagai amal bakti (al-birr) yang
lainnya.
Kecemerlangan amal tersebut telah membuat al-Hafadzah takjub
melihatnya, mereka pun melipat-gandakan amal tersebut dan mensucikannya, mereka
diizinkan untuk membawanya. Hingga sampailah mereka di pintu Langit Ketiga,
maka berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah:
“Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah
pemiliknya!
Akulah ‘Shaahibil Kibr’, malaikat pengawas takabur (kesombongan), aku telah diperintah
oleh Robb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan seperti ini lewat
dihadapanku menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya pemilik amal ini telah
berbuat takabbur di hadapan manusia di lingkungan (majelis) mereka!”
Kemudian naiklah al-Hafadzah yang lainnya dengan membawa amal seorang hamba
yang sedemikian cemerlang dan terang benderang bagaikan bintang-bintang yang
gemerlapan, bagaikan Kaukab yang diterpa cahaya.
Kegemerlapan amal tersebut berasal dari tasbih, shalat, shaum,
haji dan umrah. Diangkatlah amalan tersebut hingga ke pintu Langit Keempat, dan
berkatalah Malaikat penjaga pintu langit kepada al-Hafadzah:
“Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah,
punggung, dan perut dari si pemiliknya! Akulah ‘Shaahibul Ujbi’, malaikat pengawas ‘ujub (mentakjubi diri sendiri), aku telah
diperintah oleh Robb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini melewatiku
menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya si pemilik amal ini jika mengerjakan
suatu amal perbuatan maka terdapat ‘ujub (takjub diri) didalamnya!”
Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba hingga mencapai
ke Langit Kelima, amalan tersebut bagaikan pengantin putri yang sedang diiring,
diboyong menuju ke suaminya. Begitu sampai ke pintu Langit Kelima, amalan yang
demikian baik berupa jihad, haji dan umrah yang cahayanya menyala-nyala
bagaikan sinar matahari. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu kepada
al-Hafadzah:
“Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah
pemiliknya dan pikulkanlah pada pundaknya!
Akulah ‘Shaahibul Hasad’, malaikat pengawas hasad (dengki), sesungguhnya pemilik amal ini
senantiasa menaruh rasa dengki (hasad) dan iri hati terhadap sesama yang sedang
menuntut ilmu, dan terhadap sesama yang sedang beramal yang serupa dengan
amalannya, dan ia pun juga senantiasa hasad kepada siapapun yang berhasil
meraih fadhilah-fadhilah tertentu dari suatu ibadah dengan berusaha
mencari-cari kesalahannya! Aku telah diperintah oleh Robb-ku untuk tidak
membiarkan amalan seperti ini melewatiku untuk menuju ke langit berikutnya!”
Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang
memancarkan cahaya yang terang benderang seperti cahaya matahari, yang berasal
dari amalan menyempurnakan wudhu, shalat yang banyak, zakat, haji, umrah,
jihad, dan shaum. Amal perbuatan ini mereka angkat hingga mencapai pintu Langit
Keenam. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu ini kepada al-Hafadzah:
“Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah
pemiliknya, sesungguhnya sedikitpun ia tidak berbelas kasih kepada hamba-hamba
Allah yang sedang ditimpa musibah (balaa’) atau ditimpa sakit, bahkan ia merasa
senang dengan hal tersebut!
Akulah ‘Shaahibur-Rahmah’, malaikat pengawas sifat rahmah (kasih sayang), aku telah
diperintahkan Robb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan seperti ini
melewatiku menuju ke langit berikutnya!”
Dan naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang lain,
amal-amal berupa shaum, shalat, nafaqah, jihad, dan wara’ (memelihara diri dari
perkara-perkara yang haram dan subhat/meragukan). Amalan tersebut mendengung
seperti dengungan suara lebah, dan bersinar seperti sinar matahari. Dengan
diiringi oleh tiga ribu malaikat, diangkatlah amalan tersebut hingga mencapai
pintu Langit Ketujuh. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu kepada
al-Hafadzah:
“Berhentilah kalian! Pukulkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya,
pukullah anggota badannya dan siksalah hatinya dengan amal perbuatannya
ini!
Akulah ‘Shaahibudz-Dzikr’, malaikat pengawas perbuatan mencari nama-diri (ingin disebut-sebut
namanya), yakni sum’ah (ingin termashur). Akulah yang akan menghijab dari
Robb-ku segala amal perbuatan yang dikerjakan tidak demi mengharap Wajah
Robb-ku! Sesungguhnya orang itu dengan amal perbuatannya ini lebih mengharapkan
yang selain Allah Ta’ala, ia dengan amalannya ini lebih mengharapkan ketinggian
posisi (status) di kalangan para fuqaha (para ahli), lebih mengharapkan
penyebutan-penyebutan (pujian-pujian) di kalangan para ulama, dan lebih
mengharapkan nama baik di masyarakat umum! Aku telah diperintah oleh Robb-ku
untuk tidak membiarkan amalan seperti ini lewat dihadapanku! Setiap amal
perbuatan yang tidak dilakukan dengan ikhlash karena Alloh Ta’ala adalah suatu
perbuatan riya’, dan Allah tidak akan menerima segala amal perbuatan orang yang
riya’!”
Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba berupa
shalat, zakat, shaum, haji, umrah, berakhlak baik, diam, dan dzikrullah Ta’ala.
Seluruh malaikat langit yang tujuh mengumandang-kumandangkan pujian atas amal
perbuatan tersebut, dan diangkatlah amalan tersebut dengan melampaui seluruh
hijab menuju ke hadhirat Allah Ta’ala. Hingga sampailah dihadhiratNYA, dan para
malaikat memberi kesaksian kepadaNYA bahwa ini merupakan amal sholeh yang
dikerjakan secara ikhlash karena Allah Ta’ala.
Maka berkatalah Allah Ta’ala kepada al-Hafadzah,
“Kalian adalah para penjaga atas segala amal perbuatan hambaKU,
sedangkan Aku
adalah Ar-Raqiib,
Yang Maha Mengawasi atas segenap lapisan hati sanubarinya! Sesungguhnya ia
dengan amalannya ini tidaklah menginginkan AKU dan tidaklah mengikhlashkannya
untukKU! Amal perbuatan ini ia kerjakan semata-mata demi mengharap sesuatu yang
selain AKU!
AKU yang lebih mengetahui ihwal apa yang diharapkan dengan
amalannya ini! Maka baginya laknatKU, karena ini telah menipu orang lain dan
telah menipu kalian, tapi tidak-lah ini dapat menipu AKU!
AKU-lah Yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib,
Maha Melihat segala apa yang ada di dalam hati,
tidak akan samar bagi-Ku setiap apa pun yang tersamar,
tidak akan tersembunyi bagiKU setiap apa pun yang
bersembunyi!
PengetahuanKU atas segala apa yang akan terjadi adalah sama dengan
PengetahuanKU atas segala yang baqa (kekal),
PengetahuanKU tentang yang awal adalah sama dengan PengetahuanKU
tentang yang akhir!
AKU lebih mengetahui perkara-perkara yang rahasia dan lebih halus,
maka bagaimana AKU dapat tertipu oleh hambaKU dengan ilmunya?
Bisa saja ia menipu segenap makhlukKU yang tidak mengetahui,
tetapi AKU Maha Mengetahui Yang Ghaib, maka baginya laknatKU!”
Maka berkatalah malaikat yang tujuh dan 3000 malaikat yang mengiringi,
“Yaa Robbana, tetaplah laknatMU baginya dan laknat kami semua
atasnya!”,
maka langit yang tujuh beserta seluruh penghuninya menjatuhkan
la’nat kepadanya.
Setelah mendengar semua itu dari lisan
Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam, maka menagislah Mu’adz
dengan terisak-isak, dan berkata,
“Wahai Rasulullah! Engkau adalah utusan
Allah sedangkan aku hanyalah seorang Mu’adz, bagaimana aku dapat selamat dan
terhindar dari apa yang telah engkau sampaikan ini?”
Berkatalah Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam:
“Wahai Mu’adz! Ikutilah Nabi-mu ini dalam soal keyakinan
sekalipun dalam amal perbuatanmu terdapat kekurangan.
Wahai Mu’adz! Jagalah lisanmu dari kebinasaan dengan meng-ghiibah
manusia dan meng-ghiibah saudara-saudaramu para pemikul Al-Qur’aan.
Tahanlah dirimu dari keinginan menjatuhkan manusia dengan apa-apa
yang kamu ketahui ihwal aibnya!
Janganlah engkau mensucikan dirimu dengan jalan menjelek-jelekan
saudara-saudaramu!
Janganlah engkau meninggikan dirimu dengan cara merendahkan
saudara-saudaramu!
Pikullah sendiri aib-aibmu dan jangan engkau bebankan kepada orang
lain
Wahai Mu’adz! Janganlah engkau masuk kedalam perkara duniamu dengan
mengorbankan urusan akhiratmu!
Janganlah berbuat riya’ dengan amal-amalmu agar diketahui oleh
orang lain
dan janganlah engkau bersikap takabbur di majelismu sehingga
manusia takut dengan sikap burukmu!
Janganlah engkau berbisik-bisik dengan seseorang sementara di hadapanmu ada
orang lain!
Janganlah engkau mengagung-agungkan dirimu dihadapan manusia,
karena akibatnya engkau akan terputus dari kebaikan dunia dan akhirat!
Janganlah engkau berkata kasar di majelismu
dan janganlah engkau merobek-robek manusia dengan lisanmu, sebab
akibatnya di Hari Qiyamah kelak tubuhmu akan dirobek-robek oleh anjing-anjing
neraka Jahannam!”
Wahai Mu’adz! Apakah engkau memahami makna Firman Allah Ta’ala:
‘Wan naa syithooti nasython!’
(Demi yang mencabut/menguraikan dengan sehalus-halusnya!
[Al-Qur'anul
Kariim, An-Naazi’aat
- 2])"
Aku berkata, “Demi bapakku, Engkau, dan ibuku! Apakah itu wahai
Rasulullah?”
Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam bersabda, “Anjing-anjing di
dalam Neraka yang mengunyah-ngunyah daging manusia hingga terlepas dari
tulangnya!”
Aku berkata, “Demi bapakku, engkau, dan ibuku! Ya Rasulullah, siapakah manusia
yang bisa memenuhi seruanmu ini sehingga terhindar dari kebinasaan?”
Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam menjawab,
“Wahai Mu’adz,
sesungguhnya hal demikian itu sangat mudah bagi siapa saja yang diberi
kemudahan oleh Allah Ta’ala!
Dan untuk memenuhi hal tersebut,
maka cukuplah engkau senantiasa berharap agar orang lain dapat
meraih sesuatu yang engkau sendiri mendambakan untuk dapat meraihnya bagi
dirimu,
dan membenci orang lain ditimpa oleh sesuatu sebagaimana engkau
benci jika hal itu menimpa dirimu sendiri!
Maka dengan ini wahai Mu’adz engkau akan selamat, dan pasti dirimu
akan terhindar!”
Khalid bin Ma’dan berkata, “Sayyidina Mu’adz bin Jabal Radhiallahu'anhu sangat
sering membaca hadits ini sebagaimana seringnya beliau membaca Al-Qur’aan, dan
sering mempelajari hadits ini sebagaimana seringnya beliau mempelajari
Al-Qur’aan di dalam majelisnya”.
Astaghfirullahal'adziim
Laa ilaahailla anta, Subhaanaka, inni kuntu minadz dzoolimiin
Subhanakallahumma Ya Allah Tabaraka Wa Ta’ala,
Ya Ghofurur Rohiim,
Ya Arhamarrohimin irhamna birahmatika,
Allahumma innaka ‘Afuwwun Kariim, tuhibbul ‘afwa fa’fu anni Ya Kariim
Allahumma innii a'uudzu bika minka, laa uhshi tsa na an 'alaika, anta kamaa atsnaita 'alaa nafsik.
Saudaraku, mari kita perhatikan adab kita, akhlak kita, mari kita bersiap-siap untuk akhirat kita lebih dari persiapan kita pada urusan dunia kita.
Bersungguh-sungguhlah untuk menjadi hambanya yang sholeh, melakukan amal-amal sholeh, tanpa merasa kita telah menjadi hamba yang sholeh!
Teruslah memohon ampunanNYA!
Tetaplah merasa berdosa terhadap Allah! Dan yakinkanlah diri kita bahwa hanya kesombonganlah yang berani menyatakan diri ini tidak berdosa, tidak ada dosa!
Takutlah pada Allah!
Segeralah memohon ampunanNYA bila terjatuh dalam dosa!
Jangan berputus-asa terhadap ampunanNYA!
Jangan berprasangka buruk padaNYA!
Shalat-lah!
Semua amal ibadah terhimpun dalam Shalat!
Dzikir tertinggi adalah shalat!
Doa-doa berkumpul di dalam Shalat!
Juga Salam dan Shalawat!
Yang terus dan terus harus dilakukan, tanpa istirahat, tanpa bosan, tanpa kata sudah!
Sabar melakukannya hingga mati!
"Jadikanlah Sabar dan Shalat sebagai penolongmu dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Rabb-nya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya."
(Al-Qur'anul Kariim, Al-Baqarah - 45, 46)
Dari Abu Yaala Syaddad bin Aus Radhiallahu'anhu,
Nabi Shalallahu'alaihiwasallam bersabda:
“Orang yang bijak itu ialah mereka yang perduli pada dirinya
dan beramal untuk akhiratnya. Dan orang yang lemah itu ialah mereka yang
menurutkan hawa nafsunya tapi bercita-cita untuk menjadi hamba Allah yang
diRidhaiNya.”(Hadits Riwayat Imam At-Turmudzi)
Nabi Shalallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah Subhanahuwata'ala mengasihi seorang apabila dia
melakukan sesuatu pekerjaan dengan bersungguh-sungguh".
(Hadits Riwayat Abu
Yaala Syaddad bin Aus Radhiallahu'anhu)
Dari Abu Mas'ud, Uqbah bin Amru Al-Anshari Al-Badri Radhiallahu'anhu, dia
berkata:
Telah bersabda Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam:
"Diantara sabda para Nabi yang terdahulu yang masih dipakai
untuk orang ramai hingga kini ialah: Jika engkau tiada malu, buatlah
sesuka hati kamu."
Dari Abu Hurairah Radhiallahu'anhu, dia berkata:
Telah bersabda Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam:
"Janganlah kamu berdengki-dengkian,
dan jangan kamu tipu-menipu,
dan jangan benci-membenci,
dan jangan musuh memusuhi,
dan jangan kamu berjual beli atas jual beli setengah yang
lain,
dan jadilah kamu sekalian sebagai hamba-hamba Allah yang
bersaudara.
Seorang Muslim adalah bersaudara sesama Muslim,
tidak boleh menganiayanya,
tidak boleh membiarkannya tertindas,
tidak boleh mendustainya
dan tidak boleh menghinanya.
Taqwa itu berpuncak dari sini_sambil
Nabi Shalallahu'alaihiwasallam menunjukkan ke dadanya tiga
kali.
Sudah memadailah kejahatan seorang itu jika ia menghina
saudaranya yang Islam. Seorang Muslim terhadap seorang Muslim yang lain adalah
diharamkan
darahnya,
harta bendanya
dan kehormatannya."
Dari Thauban Radhiallahu'anhu meriwayatkan bahwa aku telah mendengar
Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam bersabda:
Berbahagialah orang-orang yang ikhlas. Mereka adalah pelita di dalam gelap, dan
karena mereka padamlah fitnah-fitnah yang besar.
(Hadits Riwayat Baihaqi)
Dari Muaz bin Jabal Radhiallahu'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah
Radhiallahu'anhu bersabda:
"Barangsiapa memalukan saudaranya yang muslim dengan sesuatu dosa yang dia
telah bertaubat dengannya, Allah tidak akan mematikannya sehinggalah dia
sendiri terjerumus ke dalam dosa tersebut."
(Hadits Riwayat Imam At-Turmudzi)
DAN HATI-HATI!
PER-HATI-KAN-LAH HATI!
Pada amalan itukah kita tertarik?
Merasa bisakah kita mencapai Ridha Allah?
Seolah-olah hanya ada diri kita saja dengan Allah?
Lupakah kita pada yang telah menyampaikannya pada kita?
Dari lisan suci Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam lah manusia
bisa tau Allah!
Dan dari guru-guru sucilah_yang terus berada dihadiratNya
Rasulullah Muhammad Shalallahu'alaihiwasallam_maka cinta ini bisa sampai pada
kita!
RASAKANLAH!
RESAPILAH!
Dan....
Salah satu kisah Cinta itu:
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiallahu'anhu ketika berkunjung ke
rumah Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam menyaksikan Pemimpin Agung yang
sangat dimuliakan itu sedang terbaring di atas tilam kasar nan rusak.
Kesedihan Umar bertambah ketika tekstur tilam usang itu membekas
di punggung Nabi Shalallahu'alaihiwasallam.
Di hadapan Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam, "Singa
Padang Pasir" ini pun menumpahkan air matanya.
"Apa yang menyebabkan Engkau menangis, wahai Umar?"
tanya Baginda Nabi Shalallahu'alaihiwasallam.
"Aku melihat Kisra serta Raja-Raja lain menikmati tidur di
atas ranjang mewah beralaskan sutera. Tetapi di sini Aku melihat Engkau tidur
beralaskan tikar semacam ini."
Dengan lembut, Baginda Nabi Shalallahu'alaihiwasallam berkata
kepada Sayyidina Umar bin Khattab Radhiallahu'anhu
"Wahai Umar, tidakkah Engkau sependapat denganku. Kita lebih
suka memilih kebahagiaan akhirat sedangkan mereka memilih dunia."
Hati Sayyidina Umar bin Khattab Radhiallahu'anhu bergetar
mendengar jawaban tersebut.
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiallahu'anhu bersyukur menjadi
saksi hidup tentang kebesaran dan kemuliaan pribadi Rasulullah
Shalallahu'alaihiwasallam, manusia terpilih yang sangat dihormatinya itu.
*Kisra (Raja Persia), Kaisar (Raja Romawi)
------------------------------------------------------------------
Disusun dengan cinta untuk
saudara-saudaraku tercinta semuanya.
Atas segala yang tidak
berkenan, maafkanlah...
Maafkan pendosa ini,
Doakanlah juga saudaramu si
fakir ini
-Muhammad Ihsan Kahfi
As-Syatha-
Semoga Allah ta'ala
bahagiakan kalian semua saudaraku, lahir-batin, dunia-akhirat,
Aamiin, aamiin, aamin Ya
Robbal'alamin
AllahummaSholli waSallim
waBaariq ala Sayyidina wa Mawlana Muhammad Shalallahu'alaihiwasallam.
--------------------------------------
With Love
-Kaan Kahfi-
Silahkan jalan-jalan ke
Tulisan Kaan Kahfi lainnya. Atas kunjungannya saya haturkan banyak terimakasih.