Random Posts

Wednesday, June 17, 2015

Hati-hati! Per-hati-kan-lah Hati!


AsSalamu'alaikum waRahmatuLLAH waBaraqatuh

Saudaraku, peradaban adalah adab manusia atau cara manusia beradab. Mutlak harus ada "aturan mainnya", ada peraturannya, ada hukum-hukumnya! Dan aturan itu harus dari Yang Satu Yang Paling Berkuasa, Yang Paling Berkehendak! Tidak lain tidak bukan harus dari Pencipta Manusia, Pencipta Alam Semesta ini beserta isinya! DIA lah ALLAH AZZA WA JALLA!
Pembahasan dan Pemikiran tentang "FREE WILL" atau Kehendak Bebas yang membolehkan manusia melakukan sesuatu sesuai kehendak dirinya...adalah tidak masuk diakal sama sekali! Berulang saya baca tentang Free Will itu! Iya Bagus pemaparannnya! iya bagus susunan katanya! Pinter keliatannya! Cerdas! Tapi sayangnya pemapar itu lompat-pikir dan lupa bahwa manusia itu banyak, berzaman-zaman dan ganas! Bukan hanya satu orang saja! Bukan dirinya saja! Dan bukan saat ini saja. Bila semua ber-"Free Will" maka akan berbenturanlah "Free Will" seseorang, sekelompok orang dengan "Free Will" orang lain atau kelompok lainnya!
Manusia adalah makhluk yang dimuliakan oleh penciptanya, yang tak akan mungkin ada satupun makhluk dapat menyamainNya sebagaimana DIA memuliakan hambaNya. Manusia diciptakan dengan baik, dalam keadaan baik dan diliputi oleh banyak kebaikan dari dan oleh Tuhan Yang Maha Baik, Allah Subhanahuwata'ala, Ar-Rahman Ar Rohim.
Maka Adab yang baik, yang mulia pun sudah semestinya melekat pada ummat manusia! Sudah Jatahnya Manusia, sehingga manusia bisa melakukannya!
Dan sebaik-baik adab adalah akhlak mulia yang diajarkan oleh Manusia Terbaik, Hamba TerbaikNya Allah Ta'aalaa, Dia lah Baginda Rasulullah Muhammad Shalallahu'alaihiwasallam! Pemimpin Para Nabi dan Rasul, Penutup Para Nabi dan Rasul, Penyempurna semua risalah yang dibawa Para Rasul dari Allah Azza Wa Jalla.


Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Sesungguhnya aku diutus semata-mata untuk menyempurnakan akhlak yang mulia"
(Hadits Riwayat Ibn Jarud)

Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak"
(Hadits Riwayat Al-Baihaqi)

Dari Sayyidina Jabir Radhiallahu'anhu meriwayatkan bahwa Baginda Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Diantara kamu orang yang paling aku cintai dan orang yang paling dekat kepadaku pada hari Kiamat ialah orang yang baik akhlaknya".
(Hadits Riwayat Imam At-Turmudzi)

Dari Sayyidina Abu Hurairah Radhiallahu'anhu meriwayatkan bahwa Baginda Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam telah ditanya amalan yang manakah dengannya ramai manusia akan memasuki syurga?
Baginda Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Taqwa (takut hanya kepada Allah Ta'aalaa) dan Akhlak Mulia".
Dan Baginda Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam ditanya amalan apakah yang dengannya ramai manusia akan ke neraka? Baginda Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Lidah dan Kemaluan (yang disalah gunakan / tidak adab)".
(Hadits Riwayat Imam At-Turmudzi)

Adab yang mulia itu lahir dari hati yang lembut yang di Rahmati oleh Allah Azza Wa Jalla. Bukan dari hati yang keras, keras dengan Ananiyah (ke-aku-an nya), keras dengan takabur-nya (kesombongannya).

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu'anhu, dari Nabi Muhammad Shalallahu'alaihiwasallam, Beliau bersabda:
“Tidak akan masuk sorga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong walaupun hanya sebesar zarrah (atom).”
Ada seorang laki-laki berkata:
“Sesungguhnya seseorang itu suka memakai pakaian yang bagus dan sandal (sepatu) yang bagus pula.”
Nabi Muhammad saw kembali bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu Indah, suka pada Keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia.” 
(Hadits Riwayat Muslim)

Innahu laa yuhibbul mustakbiriin
Allah tidak mencintai orang-orang yang takabur.
(Al-Qur'anul Kariim, An-Nahl - 23)

Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada malaikat: “Sujudlah kepada Adam.”Lalu mereka sekaliannya sujud melainkan Iblis; ia enggan dan takabur dan menjadilah ia golongan yang kafir.
(Al-Qur'anul Kariim, Al-Baqarah - 34)

TAKABUR ADALAH SIKAP UJUB:
Ujub itu merasa diri sendiri lebih hebat, lebih bagus dan lebih baik dari yang selainnya. Seperti yang dimiliki iblis

Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud kepada Adam di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Aku lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah."
(Al-Qur'anul Kariim, Al-A'raaf - 12)

TAKABUR ADALAH SIKAP MERENDAHKAN/MENGHINA ORANG LAIN:
Allah berfirman: "Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak ikut sujud bersama-sama mereka yang sujud itu?" Berkata Iblis:"Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk" 
(Al-Qur'anul Kariim, Al-Hijr - 32, 33)

TAKABUR ADALAH MENGANDALKAN AKAL LOGIKA ATAS PERINTAH ALLAH:
Dan (ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu semua kepada Adam", lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia berkata:"Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?"
(Al-Qur'anul Kariim, Al-Isra' - 61) 

TAKABUR ADALAH MEMPERMASALAHKAN PERINTAH DAN LARANGAN ALLAH:
Dia (iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau member tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil".
(Al-Qur'anul Kariim, Al-Isra' - 62)

Lalu bisakah kita? 
Tidak takabur? 
Mampukah kita terbebas dari masalah besar ini? 
Akan selamatkah kita dari bencana besar ini? Malapetaka besar ini? 
Tipu Daya besar ini?

Telah diceritakan oleh Ibnu al-Mubarak tentang seorang laki-laki yang bernama Khalid bin Ma’dan, dimana ia pernah bertanya kepada Mu’adz bin Jabal Radhiallaahu'anhu, salah seorang sahabat Nabi Muhammad Shalallahu'alaihiwasallam.

“Wahai Mu’adz! Ceritakanlah kepadaku suatu hadits yang telah engkau dengar langsung dari Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam, suatu hadits yang engkau hafal dan selalu engkau ingat setiap harinya disebabkan oleh sangat kerasnya hadits tersebut, sangat halus dan mendalamnya hadits tersebut. Hadits yang manakah yang menurut engkau yang paling penting?”

Kemudian, Khalid bin Ma’dan menggambarkan keadaan Mu’adz sesaat setelah ia mendengar permintaan tersebut, 
Mu’adz tiba-tiba saja menangis sedemikian rupa sehingga aku menduga bahwa beliau tidak akan pernah berhenti dari menangisnya. Kemudian, setelah beliau berhenti dari menangis, berkatalah Mu’adz: Baiklah aku akan menceritakannya, aduhai betapa rinduku kepada Rasulullah, ingin rasanya aku segera bersua dengan beliau.”

Selanjutnya Mu’adz bin Jabal Radhiallaahu'anhu. Ia mengisahkan sebagai berikut:
“Ketika aku mendatangi Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam, Beliau sedang menunggangi unta dan beliau menyuruhku untuk naik di belakang beliau. Maka berangkatlah aku bersama beliau dengan mengendarai unta tersebut. Sesaat kemudian beliau menengadahkan wajahnya ke langit, kemudian bersabdalah Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam:”

“Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang memberikan qodho (ketentuan) atas segenap makhlukNYA menurut kehendakNYA, ya Mu’adz!”. 
Aku menjawab, “Labbaik Yaa Sayyidal Mursaliin”.

“Wahai Mu’adz! Sekarang akan aku beritakan kepadamu suatu hadits yang jika engkau mengingat dan tetap menjaganya maka hadits ini akan memberi manfaat kepadamu di hadhirat Allah, dan jika engkau melalaikan dan tidak menjaga hadits ini maka kelak di Hari Qiyamah hujjahmu akan terputus di hadhirat Allah Ta’aalaa!”

“Wahai Mu’adz! Sesungguhnya Allah Tabaraka Wa Ta’ala telah menciptakan tujuh Malaikat sebelum Dia menciptakan tujuh langit dan bumi. Pada setiap langit tersebut ada satu Malaikat yang menjaga khazanah, dan setiap pintu dari pintu-pintu lelangit tersebut dijaga oleh seorang Malaikat penjaga, sesuai dengan kadar dan keagungan (Jalaalah) pintu tersebut.

Maka naiklah al-Hafadzah (malaikat-malaikat penjaga insan) dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang telah ia lakukan semenjak subuh hari hingga petang hari. Amal perbuatan tersebut tampak bersinar dan menyala-nyala bagaikan sinar matahari, sehingga ketika al-Hafadzah membawa naik amal perbuatan tersebut hingga ke langit dunia mereka melipat gandakan dan mensucikan amal tersebut. 
Dan ketika mereka sampai di pintu Langit Pertama, berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: “Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya! 
Akulah ‘Shaahibul Ghiibah’, yang mengawasi perbuatan ghiibah (menggunjing orang), aku telah diperintah oleh Robb-ku untuk tidak membiarkan amal ini melewatiku untuk menuju ke langit yang berikutnya!”

Kemudian naiklah pula al-Hafadzah yang lain dengan membawa amal sholeh diantara amal-amal perbuatan seorang hamba. Amal sholeh itu bersinar sehingga mereka melipat-gandakan dan mensucikannya. Sehingga ketika amal tersebut sampai di pintu Langit Kedua, berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: 
“Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya, karena ia dengan amalannya ini hanyalah menghendaki kemanfaatan duniawi belaka! 
Akulah ‘Malakal Fakhr’, malaikat pengawas kemegahan, aku telah diperintah Robb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan ini melewatiku menuju ke langit berikutnya, sesungguhnya orang tersebut senantiasa memegahkan dirinya terhadap manusia sesamanya di lingkungan mereka!”. Maka seluruh malaikat melaknat orang tersebut hingga petang hari.

Dan naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba yang lain. Amal tersebut demikian memuaskan dan memancarkan cahaya yang jernih, berupa amal-amal shodaqoh, sholat, shaum, dan berbagai amal bakti (al-birr) yang lainnya. 
Kecemerlangan amal tersebut telah membuat al-Hafadzah takjub melihatnya, mereka pun melipat-gandakan amal tersebut dan mensucikannya, mereka diizinkan untuk membawanya. Hingga sampailah mereka di pintu Langit Ketiga, maka berkatalah Malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: 
“Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya! 
Akulah ‘Shaahibil Kibr’, malaikat pengawas takabur (kesombongan), aku telah diperintah oleh Robb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan seperti ini lewat dihadapanku menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya pemilik amal ini telah berbuat takabbur di hadapan manusia di lingkungan (majelis) mereka!”

Kemudian naiklah al-Hafadzah yang lainnya dengan membawa amal seorang hamba yang sedemikian cemerlang dan terang benderang bagaikan bintang-bintang yang gemerlapan, bagaikan Kaukab yang diterpa cahaya. 
Kegemerlapan amal tersebut berasal dari tasbih, shalat, shaum, haji dan umrah. Diangkatlah amalan tersebut hingga ke pintu Langit Keempat, dan berkatalah Malaikat penjaga pintu langit kepada al-Hafadzah:
 “Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal ini ke wajah, punggung, dan perut dari si pemiliknya! Akulah ‘Shaahibul Ujbi’, malaikat pengawas ‘ujub (mentakjubi diri sendiri), aku telah diperintah oleh Robb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini melewatiku menuju ke langit berikutnya! Sesungguhnya si pemilik amal ini jika mengerjakan suatu amal perbuatan maka terdapat ‘ujub (takjub diri) didalamnya!”

Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal seorang hamba hingga mencapai ke Langit Kelima, amalan tersebut bagaikan pengantin putri yang sedang diiring, diboyong menuju ke suaminya. Begitu sampai ke pintu Langit Kelima, amalan yang demikian baik berupa jihad, haji dan umrah yang cahayanya menyala-nyala bagaikan sinar matahari. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: 
“Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya dan pikulkanlah pada pundaknya! 
Akulah ‘Shaahibul Hasad’, malaikat pengawas hasad (dengki), sesungguhnya pemilik amal ini senantiasa menaruh rasa dengki (hasad) dan iri hati terhadap sesama yang sedang menuntut ilmu, dan terhadap sesama yang sedang beramal yang serupa dengan amalannya, dan ia pun juga senantiasa hasad kepada siapapun yang berhasil meraih fadhilah-fadhilah tertentu dari suatu ibadah dengan berusaha mencari-cari kesalahannya! Aku telah diperintah oleh Robb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini melewatiku untuk menuju ke langit berikutnya!”

Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang memancarkan cahaya yang terang benderang seperti cahaya matahari, yang berasal dari amalan menyempurnakan wudhu, shalat yang banyak, zakat, haji, umrah, jihad, dan shaum. Amal perbuatan ini mereka angkat hingga mencapai pintu Langit Keenam. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu ini kepada al-Hafadzah: 
“Berhentilah kalian! Pukulkanlah amal perbuatan ini ke wajah pemiliknya, sesungguhnya sedikitpun ia tidak berbelas kasih kepada hamba-hamba Allah yang sedang ditimpa musibah (balaa’) atau ditimpa sakit, bahkan ia merasa senang dengan hal tersebut! 
Akulah ‘Shaahibur-Rahmah’, malaikat pengawas sifat rahmah (kasih sayang), aku telah diperintahkan Robb-ku untuk tidak membiarkan amal perbuatan seperti ini melewatiku menuju ke langit berikutnya!”

Dan naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba yang lain, amal-amal berupa shaum, shalat, nafaqah, jihad, dan wara’ (memelihara diri dari perkara-perkara yang haram dan subhat/meragukan). Amalan tersebut mendengung seperti dengungan suara lebah, dan bersinar seperti sinar matahari. Dengan diiringi oleh tiga ribu malaikat, diangkatlah amalan tersebut hingga mencapai pintu Langit Ketujuh. Maka berkatalah malaikat penjaga pintu kepada al-Hafadzah: 
“Berhentilah kalian! Pukulkanlah amalan ini ke wajah pemiliknya, pukullah anggota badannya dan siksalah hatinya dengan amal perbuatannya ini! 
Akulah ‘Shaahibudz-Dzikr’, malaikat pengawas perbuatan mencari nama-diri (ingin disebut-sebut namanya), yakni sum’ah (ingin termashur). Akulah yang akan menghijab dari Robb-ku segala amal perbuatan yang dikerjakan tidak demi mengharap Wajah Robb-ku! Sesungguhnya orang itu dengan amal perbuatannya ini lebih mengharapkan yang selain Allah Ta’ala, ia dengan amalannya ini lebih mengharapkan ketinggian posisi (status) di kalangan para fuqaha (para ahli), lebih mengharapkan penyebutan-penyebutan (pujian-pujian) di kalangan para ulama, dan lebih mengharapkan nama baik di masyarakat umum! Aku telah diperintah oleh Robb-ku untuk tidak membiarkan amalan seperti ini lewat dihadapanku! Setiap amal perbuatan yang tidak dilakukan dengan ikhlash karena Alloh Ta’ala adalah suatu perbuatan riya’, dan Allah tidak akan menerima segala amal perbuatan orang yang riya’!”

Kemudian naiklah al-Hafadzah dengan membawa amal perbuatan seorang hamba berupa shalat, zakat, shaum, haji, umrah, berakhlak baik, diam, dan dzikrullah Ta’ala. Seluruh malaikat langit yang tujuh mengumandang-kumandangkan pujian atas amal perbuatan tersebut, dan diangkatlah amalan tersebut dengan melampaui seluruh hijab menuju ke hadhirat Allah Ta’ala. Hingga sampailah dihadhiratNYA, dan para malaikat memberi kesaksian kepadaNYA bahwa ini merupakan amal sholeh yang dikerjakan secara ikhlash karena Allah Ta’ala.

Maka berkatalah Allah Ta’ala kepada al-Hafadzah, 
“Kalian adalah para penjaga atas segala amal perbuatan hambaKU, sedangkan Aku adalah Ar-Raqiib, Yang Maha Mengawasi atas segenap lapisan hati sanubarinya! Sesungguhnya ia dengan amalannya ini tidaklah menginginkan AKU dan tidaklah mengikhlashkannya untukKU! Amal perbuatan ini ia kerjakan semata-mata demi mengharap sesuatu yang selain AKU! 
AKU yang lebih mengetahui ihwal apa yang diharapkan dengan amalannya ini! Maka baginya laknatKU, karena ini telah menipu orang lain dan telah menipu kalian, tapi tidak-lah ini dapat menipu AKU! 
AKU-lah Yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib, 
Maha Melihat segala apa yang ada di dalam hati, 
tidak akan samar bagi-Ku setiap apa pun yang tersamar, 
tidak akan tersembunyi bagiKU setiap apa pun yang bersembunyi! 
PengetahuanKU atas segala apa yang akan terjadi adalah sama dengan PengetahuanKU atas segala yang baqa (kekal), 
PengetahuanKU tentang yang awal adalah sama dengan PengetahuanKU tentang yang akhir! 
AKU lebih mengetahui perkara-perkara yang rahasia dan lebih halus, maka bagaimana AKU dapat tertipu oleh hambaKU dengan ilmunya? 
Bisa saja ia menipu segenap makhlukKU yang tidak mengetahui, tetapi AKU Maha Mengetahui Yang Ghaib, maka baginya laknatKU!”

Maka berkatalah malaikat yang tujuh dan 3000 malaikat yang mengiringi, 
“Yaa Robbana, tetaplah laknatMU baginya dan laknat kami semua atasnya!”, 
maka langit yang tujuh beserta seluruh penghuninya menjatuhkan la’nat kepadanya.

Setelah mendengar semua itu dari lisan Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam, maka menagislah Mu’adz dengan terisak-isak, dan berkata, 

“Wahai Rasulullah! Engkau adalah utusan Allah sedangkan aku hanyalah seorang Mu’adz, bagaimana aku dapat selamat dan terhindar dari apa yang telah engkau sampaikan ini?”

Berkatalah Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam:

“Wahai Mu’adz! Ikutilah Nabi-mu ini dalam soal keyakinan sekalipun dalam amal perbuatanmu terdapat kekurangan. 

Wahai Mu’adz! Jagalah lisanmu dari kebinasaan dengan meng-ghiibah manusia dan meng-ghiibah saudara-saudaramu para pemikul Al-Qur’aan. 

Tahanlah dirimu dari keinginan menjatuhkan manusia dengan apa-apa yang kamu ketahui ihwal aibnya! 

Janganlah engkau mensucikan dirimu dengan jalan menjelek-jelekan saudara-saudaramu!

Janganlah engkau meninggikan dirimu dengan cara merendahkan saudara-saudaramu!

Pikullah sendiri aib-aibmu dan jangan engkau bebankan kepada orang lain

Wahai Mu’adz! Janganlah engkau masuk kedalam perkara duniamu dengan mengorbankan urusan akhiratmu! 

Janganlah berbuat riya’ dengan amal-amalmu agar diketahui oleh orang lain 

dan janganlah engkau bersikap takabbur di majelismu sehingga manusia takut dengan sikap burukmu!

Janganlah engkau berbisik-bisik dengan seseorang sementara di hadapanmu ada orang lain! 

Janganlah engkau mengagung-agungkan dirimu dihadapan manusia, karena akibatnya engkau akan terputus dari kebaikan dunia dan akhirat! 

Janganlah engkau berkata kasar di majelismu 

dan janganlah engkau merobek-robek manusia dengan lisanmu, sebab akibatnya di Hari Qiyamah kelak tubuhmu akan dirobek-robek oleh anjing-anjing neraka Jahannam!”

Wahai Mu’adz! Apakah engkau memahami makna Firman Allah Ta’ala: 
‘Wan naa syithooti nasython!’ 
(Demi yang mencabut/menguraikan dengan sehalus-halusnya! 
[Al-Qur'anul Kariim, An-Naazi’aat - 2])"

Aku berkata, “Demi bapakku, Engkau, dan ibuku! Apakah itu wahai Rasulullah?”

Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam bersabda, “Anjing-anjing di dalam Neraka yang mengunyah-ngunyah daging manusia hingga terlepas dari tulangnya!”

Aku berkata, “Demi bapakku, engkau, dan ibuku! Ya Rasulullah, siapakah manusia yang bisa memenuhi seruanmu ini sehingga terhindar dari kebinasaan?”

Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam menjawab, 

“Wahai Mu’adz, sesungguhnya hal demikian itu sangat mudah bagi siapa saja yang diberi kemudahan oleh Allah Ta’ala! 
Dan untuk memenuhi hal tersebut, 
maka cukuplah engkau senantiasa berharap agar orang lain dapat meraih sesuatu yang engkau sendiri mendambakan untuk dapat meraihnya bagi dirimu, 
dan membenci orang lain ditimpa oleh sesuatu sebagaimana engkau benci jika hal itu menimpa dirimu sendiri! 
Maka dengan ini wahai Mu’adz engkau akan selamat, dan pasti dirimu akan terhindar!”

Khalid bin Ma’dan berkata, “Sayyidina Mu’adz bin Jabal Radhiallahu'anhu sangat sering membaca hadits ini sebagaimana seringnya beliau membaca Al-Qur’aan, dan sering mempelajari hadits ini sebagaimana seringnya beliau mempelajari Al-Qur’aan di dalam majelisnya”.

Astaghfirullahal'adziim
Laa ilaahailla anta, Subhaanaka, inni kuntu minadz dzoolimiin
Subhanakallahumma Ya Allah Tabaraka Wa Ta’ala,
Ya Ghofurur Rohiim,
Ya Arhamarrohimin irhamna birahmatika,
Allahumma innaka ‘Afuwwun Kariim, tuhibbul ‘afwa fa’fu anni Ya Kariim
Allahumma innii a'uudzu bika minka, laa uhshi tsa na an 'alaika, anta kamaa atsnaita 'alaa nafsik.

Saudaraku, mari kita perhatikan adab kita, akhlak kita, mari kita bersiap-siap untuk akhirat kita lebih dari persiapan kita pada urusan dunia kita.
Bersungguh-sungguhlah untuk menjadi hambanya yang sholeh, melakukan amal-amal sholeh, tanpa merasa kita telah menjadi hamba yang sholeh!
Teruslah memohon ampunanNYA!
Tetaplah merasa berdosa terhadap Allah! Dan yakinkanlah diri kita bahwa hanya kesombonganlah yang berani menyatakan diri ini tidak berdosa, tidak ada dosa!
Takutlah pada Allah!
Segeralah memohon ampunanNYA bila terjatuh dalam dosa!
Jangan berputus-asa terhadap ampunanNYA!
Jangan berprasangka buruk padaNYA!

Shalat-lah!
Semua amal ibadah terhimpun dalam Shalat!
Dzikir tertinggi adalah shalat!
Doa-doa berkumpul di dalam Shalat!
Juga Salam dan Shalawat!
Yang terus dan terus harus dilakukan, tanpa istirahat, tanpa bosan, tanpa kata sudah!
Sabar melakukannya hingga mati!


"Jadikanlah Sabar dan Shalat sebagai penolongmu dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Rabb-nya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya."
(Al-Qur'anul Kariim, Al-Baqarah - 45, 46)


Dari Abu Yaala Syaddad bin Aus Radhiallahu'anhu, Nabi Shalallahu'alaihiwasallam bersabda: 
“Orang yang bijak itu ialah mereka yang perduli pada dirinya dan beramal untuk akhiratnya. Dan orang yang lemah itu ialah mereka yang menurutkan hawa nafsunya tapi bercita-cita untuk menjadi hamba Allah yang diRidhaiNya.”(Hadits Riwayat Imam At-Turmudzi)

Nabi Shalallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah Subhanahuwata'ala mengasihi seorang apabila dia melakukan sesuatu pekerjaan dengan bersungguh-sungguh".
(Hadits Riwayat Abu Yaala Syaddad bin Aus Radhiallahu'anhu)

Dari Abu Mas'ud, Uqbah bin Amru Al-Anshari Al-Badri Radhiallahu'anhu, dia berkata:
Telah bersabda Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam:
"Diantara sabda para Nabi yang terdahulu yang masih dipakai untuk orang ramai hingga kini ialah: Jika engkau tiada malu, buatlah sesuka hati kamu."

Dari Abu Hurairah Radhiallahu'anhu, dia berkata:
Telah bersabda Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam:
"Janganlah kamu berdengki-dengkian, 
dan jangan kamu tipu-menipu, 
dan jangan benci-membenci, 
dan jangan musuh memusuhi, 
dan jangan kamu berjual beli atas jual beli setengah yang lain, 
dan jadilah kamu sekalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. 
Seorang Muslim adalah bersaudara sesama Muslim, 
tidak boleh menganiayanya, 
tidak boleh membiarkannya tertindas,
 tidak boleh mendustainya 
dan tidak boleh menghinanya.
Taqwa itu berpuncak dari sini_sambil Nabi Shalallahu'alaihiwasallam menunjukkan ke dadanya tiga kali. 
Sudah memadailah kejahatan seorang itu jika ia menghina saudaranya yang Islam. Seorang Muslim terhadap seorang Muslim yang lain adalah diharamkan 
darahnya, 
harta bendanya 
dan kehormatannya."
Dari Thauban Radhiallahu'anhu meriwayatkan bahwa aku telah mendengar Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam bersabda:
 
Berbahagialah orang-orang yang ikhlas. Mereka adalah pelita di dalam gelap, dan karena mereka padamlah fitnah-fitnah yang besar.
(Hadits Riwayat Baihaqi)

Dari Muaz bin Jabal Radhiallahu'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Radhiallahu'anhu bersabda:
"Barangsiapa memalukan saudaranya yang muslim dengan sesuatu dosa yang dia telah bertaubat dengannya, Allah tidak akan mematikannya sehinggalah dia sendiri terjerumus ke dalam dosa tersebut."
(Hadits Riwayat Imam At-Turmudzi)

DAN HATI-HATI!
PER-HATI-KAN-LAH HATI!
Pada amalan itukah kita tertarik?
Merasa bisakah kita mencapai Ridha Allah?
Seolah-olah hanya ada diri kita saja dengan Allah?
Lupakah kita pada yang telah menyampaikannya pada kita?
Dari lisan suci Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam lah manusia bisa tau Allah!
Dan dari guru-guru sucilah_yang terus berada dihadiratNya Rasulullah Muhammad Shalallahu'alaihiwasallam_maka cinta ini bisa sampai pada kita!
RASAKANLAH!
RESAPILAH!

Dan....
Salah satu kisah Cinta itu:

Sayyidina Umar bin Khattab Radhiallahu'anhu ketika berkunjung ke rumah Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam menyaksikan Pemimpin Agung yang sangat dimuliakan itu sedang terbaring di atas tilam kasar nan rusak. 

Kesedihan Umar bertambah ketika tekstur tilam usang itu membekas di punggung Nabi Shalallahu'alaihiwasallam.
Di hadapan Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam, "Singa Padang Pasir" ini pun menumpahkan air matanya. 

"Apa yang menyebabkan Engkau menangis, wahai Umar?" tanya Baginda Nabi Shalallahu'alaihiwasallam.

"Aku melihat Kisra serta Raja-Raja lain menikmati tidur di atas ranjang mewah beralaskan sutera. Tetapi di sini Aku melihat Engkau tidur beralaskan tikar semacam ini."

Dengan lembut, Baginda Nabi Shalallahu'alaihiwasallam berkata kepada Sayyidina Umar bin Khattab Radhiallahu'anhu

"Wahai Umar, tidakkah Engkau sependapat denganku. Kita lebih suka memilih kebahagiaan akhirat sedangkan mereka memilih dunia."

Hati Sayyidina Umar bin Khattab Radhiallahu'anhu bergetar mendengar jawaban tersebut. 
Sayyidina Umar bin Khattab Radhiallahu'anhu bersyukur menjadi saksi hidup tentang kebesaran dan kemuliaan pribadi Rasulullah Shalallahu'alaihiwasallam, manusia terpilih yang sangat dihormatinya itu. 
*Kisra (Raja Persia), Kaisar (Raja Romawi)

------------------------------------------------------------------
Disusun dengan cinta untuk saudara-saudaraku tercinta semuanya.
Atas segala yang tidak berkenan, maafkanlah...
Maafkan pendosa ini,
Doakanlah juga saudaramu si fakir ini
-Muhammad Ihsan Kahfi As-Syatha-

Semoga Allah ta'ala bahagiakan kalian semua saudaraku, lahir-batin, dunia-akhirat,
Aamiin, aamiin, aamin Ya Robbal'alamin
AllahummaSholli waSallim waBaariq ala Sayyidina wa Mawlana Muhammad Shalallahu'alaihiwasallam.
--------------------------------------

With Love
-Kaan Kahfi-

Silahkan jalan-jalan ke Tulisan Kaan Kahfi lainnya. Atas kunjungannya saya haturkan banyak terimakasih.