Random Posts

Saturday, April 14, 2012

Klakson 29 Juta


Lihatlah orang-orang yang berkendaraan di Jakarta, yang ber-motor atau ber-mobil, hampir sebagian besar ...wuih sangar! Biar dandan nya sebagus apa juga, tampangnya secantik apa juga, atribut kendaraannya se-lebay apa juga, tetep aja sangar! Seperti Monster! Mereka begitu mudah berteriak-memaki bahkan sampai berkelahi hanya masalah "ingin duluan", seolah-olah sedang mengurus urusan yang menyangkut hajat hidup jutaan orang!

Jalan pintas (Jalan Potong) menjadi begitu laku, dan herannya pada tau aja jalan-jalan pintas itu. Mau jalan pintas atau jalan tikus itu memotong perkampungan, membelah pemukiman, mengitari sekolah, melintasi kali, menembus pekarangan rumah orang, melawan arus, mengambil jalanan pejalan kaki, melanggar rambu-rambu lalu lintas bahkan lampu merah...bodo amat! Yang penting gua guluan!

Saya 100% heran dan bertanya-tanya, sampai saat ini pun belum ada jawaban yang memuaskan! Kenapa orang-orang disini begitu egois! Begitu Sangar! Senang sekali rebut-rebutan! Mau dibilang rebut-rebutan itu kelakuan orang susah atau orang miskin, nyatanya ada penduduk suatu negri yang setelah kotanya luluh lantah "dibantai" tsunami, masih bisa untuk teratur, antri dalam mengambil bantuan! Coba bandingkan dengan yang terjadi dan kerap terjadi di negri tercinta ini, tak usahlah naik bis, naik kereta api, naik kapal laut, pembagian beras miskin, atau pembagian uang lebaran yang hanya 5000 perak...untuk airnya di celupin tangan Ponari aja rebut-rebutan. Belum lagi bila melihat kelakuan wakil-wakil rakyat di dewan terhormat, belum yang satu selesai bicara, yang satu sudah interupsi, yang lain ikutan juga, malah tak jarang sampai baku hantam! Sedih!

Lihat juga acara debat di TV, pakar-pakar dengan sederet gelar, (oya sekedar tambahan: Haji saja jadi gelar lho...Gila, Pamer yang nyata, Syirik kecil yang nyata! Makannya saya ga pernah mau akrab sama orang yang ada H nya di kartu namanya) dengan sekian banyak jam terbang di bidangnya masing-masing, masih saja gampang terpancing emosinya oleh pertanyaan presenter atau pernyataan lawan bicaranya, lalu seperti diatas...rebut-rebutan untuk bicara, rebut-rebutan untuk didengar! Sampai berteriak! Padahal sudah pake mic, lihatlah...Mukanya merah! Jidadnya mengkerut! Urat lehernya tegang! Sungguh Menakutkan! Dan sungguh bukan tontonan yang baik untuk anak-anak!

Di pagi hari ada angkot berhenti karena sedang menurunkan penumpangnya, yang kebetulan anak sekolah semua, berhentinya pun hanya sekedar menepi, spontan motor-motor dan mobil-mobil dibelakang angkot tersebut memberondong klakson, bertubi-tubi dan sekeras-kerasnya tanpa belas kasihan sedikitpun. Seandainya ada tombol rudal dikendaraannya, pasti sudah habis di rudal angkot itu. Tak sempat mereka-orang perduli dengan orang-orang disekitarnya, yang di rumah, warung, sekolah, rumah sakit, atau sedang jalan kaki keberisikan suara klakson hasil perbuatannya tersebut.

Tak usahlah bicara mimpi ingin turut andil mencerdaskan bangsa atau menyumbang untuk anak-anak sekolah bila nanti sudah kaya, lha...itu anak-anak sekolah yang lagi turun angkot aja di klakson begitu! Palsu!
  • Saya tidak membela angkot atau supir angkot, karena tidak sedikit juga supir angkot, taxi, mobil pick up, atau mobil box yang brengsek, ugal-ugalan semaunya!
  • Saya juga tidak menangis karna terlalu sibuknya pengurus negri ini, mulai dari atasan sampai ke pak/bu RT, untuk sekedar mengatur tempat berhenti angkutan kota atau tempat turun naiknya penumpang. Karena pasti mereka menjawab "Itu kan sudah ada yang ngatur!" atau "Itu diluar wewenang kami", dia berani bilang kami lho bukan saya, seolah-olah pernyataannya adalah pernyataan warga yang dipimpinnya. Tapiiii bila bicara DUIT!!! Lintas kewenanganpun selalu "Bisa di Kordinasikan!" atau "Bisa di Kondisikan" (klise gaya bahasa aparat yang saya benci!)
  • Saya juga tidak kecewa dengan cara kerja "Pengawal Peraturan" alias "Penegak Hukum" untuk menertibkan atau sabar membimbing masyarakat agar terbiasa tertib, karena mereka kan bekerja sesuai "uang gaji" mereka, bukan sesuai pekerjaan, apalagi bicara nilai-nilai kemanusiaan atau akhlak! Bisa di "PREET!!!" gue.
  • Saya juga tidak mau menggugat Tuhan! Karena Tuhan selalu "diam", karena Dia sudah kasih aturannya dari dulu malah berikut contoh cara penggunaannya!
Tapi yang membuat saya sedih...Kenapa pada betah banget yak?! Dibiarin aja!! Kan udah kebaca ujung-ujungnya gimana? Sudah pasti dan pasti ujungnya berantakan! Lalu saling salah-menyalahkan! Lalu saling tak mau disalahkan! Lalu berkelahi saling membunuh! Yang seperti ini kan kisah berulang dan selalu saja berulang-ulang terjadi di negri ini! Seolah-olah kita semua sedang dibutakan! Di hipnotis menjadi orang-orang tak perduli! Dan inilah yang benar-benar menyedihkan!
Tak usahlah jauh-jauh melihat tipe manusia bangsa ini dengan cara mereka membuang sampah ke kali, membuang sampah ke jalan, membangun rumah di bantaran kali, atau melihat gaya kepengurusan bangsa besar ini yang soal tata kota, tata jalan, tata kali, tata sampah begitu luar biasa! Luar biasa amburadul!
Kejauhan bung! Itu mah ga tau kapan benernya! Kita lihat dari cara klakson nya aja!
Orang jalan kaki di trotoar aja di klakson, yang jelas-jelas tempat jalannya! Yang sudahlah di ambil motor,  kita lagi jalan disitu (ditempatnya lho...trotoar), eh di KLAKSON pula! GILAAAA!!!! Seolah-olah klakson dipake buat ngusir!!! Wew!!!


Mungkin sahabat punya kisah tragis soal klakson, saya pun punya, berikut kisahnya:

Seorang pemuda berangkat dari desanya untuk bekerja di Depok (Jabodetabek) sebagai kuli bangunan.  Ajakan temannya untuk ikut "nguli" di terimanya, karna dianggap inilah kesempatan baginya untuk mewujudkan impian ibunda tercinta merenovasi rumah semata wayang milik mereka di kampung halamannya.
Pagi hari, sesampainya di Depok, pemuda itu singgah untuk makan di suatu warteg pojokan jalan. Setelah makan dia ngaso, duduk di dalam salah satu becak yang parkir berderet di depan warteg. Ada sekitar tiga atau empat becak yang sedang parkir, dan dia duduk didalam becak paling ujung sebelah kiri, yang berada tepat di samping tiang listrik.
Saat sedang merenung, mungkin sedang memikirkan "Sanggupkah aku?" atau "Berapa lama aku harus bekerja?" untuk mengumpulkan uang sampai Rp. 29.000.000, biaya yang diperlukan untuk merenovasi rumah. Tiba tiba di tikungan depan warteg, tak jauh dari becak yang terparkir di ujung sebelah kanan, sebuah mobil kelas SUV atau Jeep mengalami mati mesin. Seperti biasa, spontan motor-motor dan mobil-mobil di belakangnya memberondong klakson, bertubi tubi dan sekeras-kerasnya, membuat panik si ibu dibalik kemudi Jeep tersebut, starter buru-buru, sementara persneling belum nol, masih di angka satu, gigi dengan tenaga terbesar! Hingga akhirnya Jeep itu melompat tak terkendalikan, lalu menabrak parkiran becak di sebelah kiri jalan dan tanpa bisa dihentikan terus menyeruduk deretan becak yang parkir di depan warteg itu, dan akhirnya deretan becak yang ringsek itu dapat "juga" membuat "berhenti" tenaga besar dari mobil yang lepas kendali itu, karena tertahan...tiang listrik.
Kejadian yang begitu cepat dan tak terduga itu membuat tewas seketika pemuda desa yang yang sedang duduk di dalam becak, yang ikut ringsek terjepit, bahkan membuat kedua bola mata pemuda tersebut terlepas keluar dari kelopak matanya.
(Sungguh tragis! Ini satu dari jutaaan gambaran nyata, akibat dari "attitude ber-klakson" di jalan raya di negri tercinta yang miskin dan bodoh ini, "attitude ala bar-bar",  yang dianggap biasa, dianggap bukan masalah dan terus dibiarkan!)


Ibu tersebut sangat terpukul oleh kejadian itu, dia merasa sangat bersalah karena akibat kepanikannya seseorang harus kehilangan nyawa. Sementara para "kurawa" penyebab kepanikan mungkin sampai saat ini dapat tidur pulas, tak sadar telah terlibat atau malah mungkin sadar tapi tak mau tau!

Akhir cerita, keluarga korban menerima dengan ikhlas "kepergian" pemuda itu, tanpa melakukan tuntutan hukum sedikitpun kepada ibu "penabrak".
Dan tanpa negosiasi, cerita, informasi, atau pemberitahuan sebelumnya, baik dari teman atau keluarga korban, ibu pengemudi Jeep itu memberikan santunan pada keluarga korban, santunan sebesar Dua Puluh Sembilan Juta Rupiah.
Seperti biaya yang dibutuhkan untuk merenovasi rumah ibu tercinta di kampung halaman.
Seperti jumlah uang yang dia harapkan dengan bekerja menjadi kuli bangunan.
Yang juga menghantarkan kematiannya.
--------------------------------------

With Love
-Kaan Kahfi-

Silahkan jalan-jalan ke Tulisan Kaan Kahfi lainnya. Atas kunjungannya saya haturkan banyak terimakasih.